Senin, 27 Juni 2016
Dilema Toko Online
Jadi begini. Long time
ago, sewaktu saya memutuskan untuk membuat toko online, hal pertama yang
terpikir adalah membuat website. Why? because
it will looks professional. Memiliki toko online secara nyata, bukan
sekedar akun jejaring social, menurut saya meningkatkan trust dan pride suatu
brand. Walaupun kenyataannya mungkin di Indonesia hal ini tidak berlaku umum.
Pembeli tetap lebih senang bertemu dengan “sis” , daripada “shopping cart”. Tapi kan dengan
cita-cita luhur go international,
menurut saya memiliki toko online dengan
domain nama brand saya sendiri is a must.
Custom
Online Shop
Lalu dimulailah. Dengan jasa seorang teman, jadilah toko
online pertama saya, dengan domain thialabel.com. Toko online pertama saya bisa
dibilang custom template dengan
menggunakan platform wordpress.
Mungkin sekitar satu tahun toko online itu ada, belum juga diisi barang apapapun.
Hahaha. Hingga kemudian sudah harus perpajang domain lagi. Saya rasa saat itu
menggunakan platform wordpress cukup
sulit untuk dmengerti untuk pengguna awam seperti saya yang masih mengelola
semuanya sendirian. Belum lagi masalah shipping
cost yang harus diupdate sendiri. Akhirnya biaya pembuatan toko online
waktu itu hanya berujung mubazir, hehe dan dapat pengalaman tentunya.
Shopify
Experience
Kemudian, mengikuti saran sorang teman, saya mulai
mempelajari platform toko online
instan alias yang langsung jadi. Sudah ada templatenya, shopping cart, metode checkout,
dan lain-lain. Pokoknya tinggal isi barang aja deh. Waktu itu layanan jasa
seperti ini belum popular di Indonesia. Ahirnya saya pun jatuh cinta pada Shopify.
Shopify punya template yang sungguh sedap dipandang. Semua fiturnya pun sangan
mudah dimengerti, customer benar-benar dibimbing untuk bisa membuat dan
mengelola toko online sendiri. Benar-benar step
by step. Saya hampir tidak pernah menghubungi customer support atau mencari di docs FAQ karena semua yang
dibutuhkan sudah ada berikut keterangan yang jelas. Istilahnya, yang gaptek aja
pasti bisa deh bikin toko online disini. Shopify berbayar bulanan dalam dollar dan
dibayarkan melalui kartu kredit. Satu hal yang sangat saya apresiasi dari Shopify
adalah, mereka selalu “mengisi” kita melalui artikel-artikel berguna yang
dikirimkan ke email kita. Artikel-artikel tersebut kadang membuka wawasan
mengenai cara marketing, kisah sukses, tips fotografi dan berbagai hal
bermanfaat lainnya yang membuat kita semangat untuk terus mengolah toko online
kita. I never missed those emails.
Tetapi, setelah toko online berjalan, saya baru menyadari
untuk pengguna di Indonesia, Shopify tidak bisa menghitung ongkos kirim lokal Indonesia.
Setelah dipelajari, ternyata saya harus menginput manual semua shipping cost daerah tujuan di
Indonesia. Sesuatu yang wasting time dan
kontraproduktif, mengingat berapa banyak daerah tujuan di Indonesia. Dalam satu
propinsi saja ongkos kirim bisa berbeda jauh antara satu kabupaten dengan yang
lain. Belum lagi adjustment ongkir
yang sangat tergantung dengan kebjakan harga BBM (bisa naik setahun 2 kali). Lalu
beberapa vendor ekspedisi Indonesia juga memiliki beberapa tipe pengiriman,
seperti misalnya JNE ada YES, OKE, Reguler. Dan juga, konsumen di Indonesia
kritis mengenai ongkir, bahkan sampai seribu dua ribu nya kadang mereka hapal (ini
hebatnya orang Indonesia, =)). Setelah email-emailan panjang sama pihak Shopify,
mereka pun tidak bisa memberi solusi atas kendala ini. Waktu itu, mereka belum
punya aplikasi khusus untuk menghitung ongkir Indonesia. Padahal untuk beberapa
negara lain, aplikasi ini sudah ada yang bikin. Kendala ongkir khas Indonesia ini,
awalnya sulit untuk dimengerti pihak Shopify sebagai orang luar Indonesia.
Menurut mereka apa susahnya tinggal input state/province beserta harga per kg
nya. Hmmm mungkin mereka harus mengalami dulu rasanya jadi “sis” di Indonesia. Hehehe.
Akhirnya saya pun bilang kalo kendala ini bukan cuma saya yang merasakan. Semua
toko online Indonesia yang featured
di website resmi Shopify juga tidak memiliki perhitungan ongkis kirim Indonesia.
Saya tahu, karena salah satu pemiliknya adalah teman saya. Solusinya akhirnya
dia pukul rata 50 ribu untuk ongkir seIndonesia. Toko-toko lain yang juga featured di web resmi Shopify pun
ternyata ada yg sudah tidak aktif dan beberapa pindah ke platform lain. Sepertinya pihak Shopify menanggapi serius saran
saya ini , karena sekarang tampilan Shopify Indonesia tidak lagi sama. Tidak ada
lagi tokp-toko yang ditampilkan sebagai contoh.
Sirclo
Experience
Singkat kata, karena masalah ongkir lokal, akhirnya saya dengan
berat hati meninggalkan Shopify. Padahal cinta banget sama semua-semuanya dari Shopify.
Lalu karena dihubungi sama salesnya, saya akhirnya mencoba Sirclo. Keunggulan
utama Sirclo adalah (karena theme templatenya biasa saja), integrated shipping cost calculation for Indonesia. Yeay! Akhirnya setelah
perjuangan panjang bisa jalan juga ini toko online. Adaptasi dari menggunakan Shopify
ke Sirclo, saya harus banyak banget nanya sama customer supportnya. CSnya so
far memuaskan, langsung jawab kalo live chat. Cuma ada working hours 9-4. Kalo dulu
di Shopify, shampir 24 jam dijawab terus. Trus CS Sirclo sabtu minggu libur.
Pernah saya bingung harus setting
sesuatu di hari sabtu, terpaksa dicatet dulu dan diemail, tunggu sampai Senin. Hampir
tiap hari selama setting (mungkin bosen juga ya CS nya) saya nanya via live
chat nya. Kenapa? Karena langkah-langkah settingnya tidak sejelas di Shopify. Harus
bolak balik liat docs nya untuk tahu istilah ini itu yang harus diisi. Oiya,
walaupun judulnya Indonesia, settingan Sirclo semuanya menggunakan Bahasa Inggris.
Sebetulnya saya cukup puas menggunakan Sirclo, walalupun jika dibandingkan
dengan Shopify ada beberapa hal yang menurut saya harus diupgrade untuk
meningkatkan saya saing servicenya. Misalnya banner slide show. Di Sirclo ga
bisa diatur mau teks apa yang muncul, bagaimana cara teks muncul, berapa lama
slide show berjalan. SEO nya biasa-biasa saja karena perlu waktu hampir 1 bulan
untuk domain saya tampil menjadi yang pertama ketika serach kata thialabel di
google (kalau Shopify hanya beberapa hari setelah toko dibuat). Sirclo juga
tidak punya applikasi mobile yang memungkinkan kita mengontrol toko online
dengan lebih mudah dimana saja berada. Analisis website harus setting manual dengan google analytics,
bahkan untuk tahu jumlah pengunjung aja ga bisa. Fitur blog nya menurut saya
jadul, akirnya saya link ke blogspot saja.
Email feeds? Tidak ada. Lalu Sirclo pada paket basic tidak menyediakan
fitur multicurrency karena hanya ada pada paket premium. Pada paket premium
pun, multicurrency hanya ada pada satu template, yang mana saya ga cocok dengan
template tersebut karena kalau foto produk saya diklik, keterangan harganya
malah jadi kecoret garis merah bawaan templatenya (ga ngerti ya? Yaudahlah =p).
But it was okay, dan saya pun mulai melakukan penjualan menggunakan Sirclo dan
membangun newsletter dengan mailchimp.
Sampai suatu saat ada orderan dari luar negeri.
Kemudian..
Kata orang, saya adalah orang yang overthinking. Tapi untuk beberapa hal, saya pikir overthinking itu perlu for overcome a situation as a preventive action.
Dulu di Shopify saya khawatir dengan order lokal, lalu kemudian di Sirclo saya
khawatir dengan overseas order. Nah,
setelah berjalan beberapa waktu dengan Sirclo, datanglah order dari luar
negeri. Ga jauh padahal, dari Singapore. Cuma mereka nanya apakah bias melakukan pembayaran menggunakan kartu kredit, apakah bias bayar dengan currency mereka, apakah bias menghitung ongkir oversea shipping?. Hehehee,, sakit kepala tiba-tiba. Untuk ongkir, ternyata harus diaktifkan dulu fitur nya menggunakan POS EMS. Okay done! Untuk multi currency, hanya ada di paket Sirclo enterprise senilai 1,7jtan sebulan. Kalau Shopify biasanya sudah include di beberapa themes. Untuk pembayaran via kartu kredit harus set up account Doku atau Veritrans dan itu jadinya ada penambahan pembayaran bulanan. Hmmm menimbang banyak hal, mungkin saya jadi berpikir ulang dari kedua took online ini. Mau balik lagi ke shopify, atau tetap di Sirclo. Ada saran? =)
Thank you for reading.
Dilema Toko Online
Jadi begini. Long time
ago, sewaktu saya memutuskan untuk membuat toko online, hal pertama yang
terpikir adalah membuat website. Why? because
it will looks professional. Memiliki toko online secara nyata, bukan
sekedar akun jejaring social, menurut saya meningkatkan trust dan pride suatu
brand. Walaupun kenyataannya mungkin di Indonesia hal ini tidak berlaku umum.
Pembeli tetap lebih senang bertemu dengan “sis” , daripada “shopping cart”. Tapi kan dengan
cita-cita luhur go international,
menurut saya memiliki toko online dengan
domain nama brand saya sendiri is a must.
Custom
Online Shop
Lalu dimulailah. Dengan jasa seorang teman, jadilah toko
online pertama saya, dengan domain thialabel.com. Toko online pertama saya bisa
dibilang custom template dengan
menggunakan platform wordpress.
Mungkin sekitar satu tahun toko online itu ada, belum juga diisi barang apapapun.
Hahaha. Hingga kemudian sudah harus perpajang domain lagi. Saya rasa saat itu
menggunakan platform wordpress cukup
sulit untuk dimengerti untuk pengguna awam seperti saya yang masih mengelola
semuanya sendirian. Belum lagi masalah shipping
cost yang harus diupdate sendiri. Akhirnya biaya pembuatan toko online
waktu itu hanya berujung mubazir, hehe dan dapat pengalaman tentunya.
Shopify
Experience
Kemudian, mengikuti saran seorang teman, saya mulai
mempelajari platform toko online
instan alias yang langsung jadi. Sudah ada templatenya, shopping cart, metode checkout,
dan lain-lain. Pokoknya tinggal isi barang aja deh. Waktu itu layanan jasa
seperti ini belum popular di Indonesia. Ahirnya saya pun jatuh cinta pada Shopify.
Shopify punya template yang sungguh sedap dipandang. Semua fiturnya pun sangan
mudah dimengerti, customer benar-benar dibimbing untuk bisa membuat dan
mengelola toko online sendiri. Benar-benar step
by step. Saya hampir tidak pernah menghubungi customer support atau mencari di docs FAQ karena semua yang
dibutuhkan sudah ada berikut keterangan yang jelas. Istilahnya, yang gaptek aja
pasti bisa deh bikin toko online disini. Shopify berbayar bulanan dalam dollar dan
dibayarkan melalui kartu kredit. Satu hal yang sangat saya apresiasi dari Shopify
adalah, mereka selalu “mengisi” kita melalui artikel-artikel berguna yang
dikirimkan ke email kita. Artikel-artikel tersebut kadang membuka wawasan
mengenai cara marketing, kisah sukses, tips fotografi dan berbagai hal
bermanfaat lainnya yang membuat kita semangat untuk terus mengolah toko online
kita. I never missed those emails.
Tetapi, setelah toko online berjalan, saya baru menyadari
untuk pengguna di Indonesia, Shopify tidak bisa menghitung ongkos kirim lokal Indonesia.
Setelah dipelajari, ternyata saya harus menginput manual semua shipping cost daerah tujuan di
Indonesia. Sesuatu yang wasting time dan
kontraproduktif, mengingat berapa banyak daerah tujuan di Indonesia. Dalam satu
propinsi saja ongkos kirim bisa berbeda jauh antara satu kabupaten dengan yang
lain. Belum lagi adjustment ongkir
yang sangat tergantung dengan kebjakan harga BBM (bisa naik setahun 2 kali). Lalu
beberapa vendor ekspedisi Indonesia juga memiliki beberapa tipe pengiriman,
seperti misalnya JNE ada YES, OKE, Reguler. Dan juga, konsumen di Indonesia
kritis mengenai ongkir, bahkan sampai seribu dua ribu nya kadang mereka hapal (ini
hebatnya orang Indonesia, =)). Setelah email-emailan panjang sama pihak Shopify,
mereka pun tidak bisa memberi solusi atas kendala ini. Waktu itu, mereka belum
punya aplikasi khusus untuk menghitung ongkir Indonesia. Padahal untuk beberapa
negara lain, aplikasi ini sudah ada yang bikin. Kendala ongkir khas Indonesia ini,
awalnya sulit untuk dimengerti pihak Shopify sebagai orang luar Indonesia.
Menurut mereka apa susahnya tinggal input state/province beserta harga per kg
nya. Hmmm mungkin mereka harus mengalami dulu rasanya jadi “sis” di Indonesia. Hehehe.
Akhirnya saya pun bilang kalo kendala ini bukan cuma saya yang merasakan. Semua
toko online Indonesia yang featured
di website resmi Shopify juga tidak memiliki perhitungan ongkis kirim Indonesia.
Saya tahu, karena salah satu pemiliknya adalah teman saya. Solusinya akhirnya
dia pukul rata 50 ribu untuk ongkir seIndonesia. Toko-toko lain yang juga featured di web resmi Shopify pun
ternyata ada yg sudah tidak aktif dan beberapa pindah ke platform lain. Sepertinya pihak Shopify menanggapi serius saran
saya ini , karena sekarang tampilan Shopify Indonesia tidak lagi sama. Tidak ada
lagi toko-toko yang ditampilkan sebagai contoh.
Sirclo
Experience
Singkat kata, karena masalah ongkir lokal, akhirnya saya dengan
berat hati meninggalkan Shopify. Padahal cinta banget sama semua-semuanya dari Shopify.
Lalu karena dihubungi sama salesnya, saya akhirnya mencoba Sirclo. Keunggulan
utama Sirclo adalah (karena theme templatenya biasa saja), integrated shipping cost calculation for Indonesia. Yeay! Akhirnya setelah
perjuangan panjang bisa jalan juga ini toko online. Adaptasi dari menggunakan Shopify
ke Sirclo, saya harus banyak banget nanya sama customer supportnya. CSnya so
far memuaskan, langsung jawab kalo live chat. Cuma ada working hours 9-4. Kalo dulu
di Shopify, shampir 24 jam dijawab terus. Trus CS Sirclo sabtu minggu libur.
Pernah saya bingung harus setting
sesuatu di hari sabtu, terpaksa dicatet dulu dan diemail, tunggu sampai Senin. Hampir
tiap hari selama setting (mungkin bosen juga ya CS nya) saya nanya via live
chat nya. Kenapa? Karena langkah-langkah settingnya tidak sejelas di Shopify. Harus
bolak balik liat docs nya untuk tahu istilah ini itu yang harus diisi. Oiya,
walaupun judulnya Indonesia, settingan Sirclo semuanya menggunakan Bahasa Inggris.
Sebetulnya saya cukup puas menggunakan Sirclo, walalupun jika dibandingkan
dengan Shopify ada beberapa hal yang menurut saya harus diupgrade untuk
meningkatkan saya saing servicenya. Misalnya banner slide show. Di Sirclo ga
bisa diatur mau teks apa yang muncul, bagaimana cara teks muncul, berapa lama
slide show berjalan. SEO nya biasa-biasa saja karena perlu waktu hampir 1 bulan
untuk domain saya tampil menjadi yang pertama ketika serach kata thialabel di
google (kalau Shopify hanya beberapa hari setelah toko dibuat). Sirclo juga
tidak punya applikasi mobile yang memungkinkan kita mengontrol toko online
dengan lebih mudah dimana saja berada. Analisis website harus setting manual dengan google analytics,
bahkan untuk tahu jumlah pengunjung aja ga bisa. Fitur blog nya menurut saya
jadul, akirnya saya link ke blogspot saja.
Email feeds? Tidak ada. Lalu Sirclo pada paket basic tidak menyediakan
fitur multicurrency karena hanya ada pada paket premium. Pada paket premium
pun, multicurrency hanya ada pada satu template, yang mana saya ga cocok dengan
template tersebut karena kalau foto produk saya diklik, keterangan harganya
malah jadi kecoret garis merah bawaan templatenya (ga ngerti ya? Yaudahlah =p).
But it was okay, dan saya pun mulai melakukan penjualan menggunakan Sirclo dan
membangun newsletter dengan mailchimp.
Sampai pada suatu hari, yang dikhwatirkan tiba.
Kemudian..
Kata orang, saya adalah orang yang overthinking. Tapi untuk beberapa hal, saya pikir overthinking itu perlu for overcome a situation as a preventive action.
Dulu di Shopify saya khawatir dengan order lokal, lalu kemudian di Sirclo saya
khawatir dengan overseas order. Nah,
setelah berjalan beberapa waktu dengan Sirclo, datanglah order dari luar
negeri. Ga jauh padahal, dari Singapore. Disini saya baru tau kalau Sirclo ga
bisa menghitung ongkir ke luar negeri. Beneran deh, selama ini CS nya bilang
bisa otomatis dihitung pake POS Indonesia (karena saya nanya ini lebih dari 3
kali kayanya). Saya coba terus tetap ga bisa. Setelah bolak balik buka docsnya,
baru keliatan itu tulisan Jakarta Only. Artinya bisa menghitung ongkir ke luar
negeri hanya kalau kota asal pengiriman barang dari Jakarta. Lha saya kan di
Bandung, nanggung banget. Ibarat udah keringetan pengen mandi, masuk kamar
mandi trus keran airnya mati. Jadi sekarang, saya mulai mencari-cari lagi dan
mempertimbangkan akan kembali ke Shopify. Ongkos kirim Indonesia, sekarang di Shopify
sudah ada yang bikin aplikasinya. Cuma ya bayar lagi, $7 sebulan. Ditambah biaya
tokonya , ditotal mungkin bisa sama dengan biaya paket Sirlo premium. Sungguh
dilematis jadinya. Yang satu platform
yang sangat international, sementara yang satu lagi sangat lokal. Dua-duanya
sebenarnya punya nilai tambah masing-masing dinilai dari berbagai aspek
termasuk soal harga. Hmmm.. selanjutnya, saya akan menunggu CS Sirclo membalas
email saya besok untuk kelanjutan kasus ongkir ke luar negeri. We’ll see if they have the solution. Hehe.
Sekian dulu bahasan kali ini. Kalau ada yang punya saran atau pertanyaan untuk
sharing, bisa tuliskan saja dibawah ya.
Thank you for reading.
Selasa, 21 Juni 2016
Muslimah Dalam Perspektif Karya, Sebuah Surat Terbuka Untuk Video Youtube Hij Up #empowerchange
Pagi ini saya terpukau melihat sebuah video yang tidak
sengaja muncul di feed youtube saya.
Video yang cukup menggugah, membuat saya
mengerti bagaimana sebagian wanita muslimah negeri ini memandang syariat
agamanya. Video dibuka dengan beberapa cuplikan wawancara dari beberapa tokoh
dari beberapa profesi. Fashion designer, atlet taekwondo, vokalis band dan businesswoman.
Ada kesamaan dari semua tokoh tersebut, yaitu mereka semua menggunakan
kerudung. Memang itulah inti cerita dari video ini. Bagaimana wanita muslimah
modern menghadapi berbagai tantangan dalam karir mereka , terutama yang
berkaitan dengan kerudung yang mereka kenakan.
Ada yang sangat menggelitik akal pikiran dan naluri saya
ketika menyaksikan keseluruhan video yang berdurasi sekitar 5 menit itu. Betapa
resistannya tokoh-tokoh wanita dalam video tersebut terhadap sebuah masukan
yang bersifat syariat. Sangat gamblang dalam video, ketika seorang fashion
designer terkena diberitahukan tentang apa yang dia lakukan selama ini berbeda
dari syariat Islam yang mengajarkan kesederhanaan dan sikap zuhud, dan bahwa
mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai ajaran agama maka
hanya akan menghasilkan dosa yang tidak terputus selama pengaruhnya masih
bekerja dan ber-multiplier effect.
Adegan selanjutnya sang tokoh pun seperti menitikkan air mata, karena
menurutnya, apa yang dia lakukan selama ini adalah mempengaruhi orang lain
untuk melakukan kebaikan. Tokoh selanjutnya adalah seorang vokalis band
beraliran hard core yang mengenakan kerudung, sering diberitahukan padanya
bahwa daripada seperti itu dia lebih baik memanfaatkan suaranya untuk membaca Al
Quran. Melakukan halyang lebih baik ketimbang bernyanyi dengan music keras
diatas panggung, disaksikan banyak mata yang tentu saja, bukan muhrim nya.
Sampai sini, saya belum melihat isi pesan dari cerita yang
coba diiangkat oleh sang sutradara atau penulis naskahnya. Maka cerita pun
berlanjut, tokoh ketiga adalah seoang atlet taekwondo, yang dengan profesinya
yang selalu berintekraksi dengan pria, menerima masukan bahwa sebagai wanita
hendaklah menjaga batasan interaksinya dengan lawan jenis. Apalagi olah raga
beladiri yang menitikberatkan pada tendangan ini membuatnya rentan untuk
tersingkap auratnya. Ia pun pernah disarankan oleh pelatihnya agar membuka
kerudungnya disuatu turnamen internasional karena khawatir akan nada
diskriminasi mengenai urusan jilbab. Tokoh keempat adalah seorang fashion
designer berniqob yang pada akihr cerita diklaim sebagai wanita berniqob
pertama yang berjalan di atas runway
sebuah fashion show bergengsi negeri
ini. Selanjutnya adalah seorang pengusaha muda wanita, yang dalam kesehariannya
menghadapi dilemma antara keluarga dan pekerjaan. Dikisahkan dalam video bahwa
dia tidak sedang berada di rumah, dengan setting di sebuah meja kerja di kamar
hotel, mari kita asumsikan dia sedang dalam perjalanan bisnis. Karena kangennya
pada sang anak, ia pun sedang menyaksikan video sang anak. Dia juga diceritakan
sering menghadapi diskriminasi dalam transaksi bisnis, hanya karena dia sudah
mempunyai anak.
Dalam adegan-adegan selanjutnya, cerita pun bergulir.
Bagaimana masing-masing dari mereka, dengan alibi sendiri-sendiri tetap
melanjutnya karirnya. Mereka bergeming terhadap masukan-masukan yang ada dan
tetap berjalan menatap ke depan dengan cita-cita nya. Video diakhiri dengan
kata-kata empower change. Change mungkin adalah sebuah kata kunci
yang ingin disampaikan sang pembuat video. Tapi tak ada satu pun dari tokoh
yang diceritakan berhasil berubah dari keadaan sebelumnya menjadi sesuatu yang
baru, atau menjadi sesuatu yang dalam pandangan jamak lebih baik dari
sebelumnya. Apakah ada yang salah?
Agama, dalam perspektif penyampaian video ini hanyalah suatu
benteng pembatasan kreativitas dan aktivitas muslimah. Muslimah berkarir dalam
ranah dominasi laki-laki seperti atlet beladiri, vokalis band, dan entrepreneur
adalah sebuah ketidaklaziman yang seringkali mendapat hambatan dan tantangan
(jika tidak ingin dibilang kecaman) dari berbagai pihak. Ketidakpercayaan,
dipandang sebelah mata, semuanya menjadikan mereka tokoh yang dicoba dikatakan
oleh cerita teraniaya oleh persepsi umum. Apakah benar demikian? Setidaknya
begitulah yang saya tangkap dari video ini. Diceritakan disini bahwa wanita
juga bisa berperan “besar” dan memiliki prestasi , tentu dalam bidang-bidang
yang diceritakan disini. Dari dunia fashion design yang memang akrab dengan wanita, sudut pandang ini semakin menyempit, bahwa
wanita ternyata bisa dan sah untuk mempengaruhi wanita lainnya untuk tampil
cantik di muka umum. Menampilkan yang terbaik dari penampilannya menurut mereka
adalah hak kaum wanita, untuk mengaktualisasikan diri melalui cara berbusana
dan berpenampilan, lengkap dengan riasan /make up ala kekinian. Jangan lupakan
juga aksesoris, tas, sepatu dari brand-brand ternama. Kemudian biarkan dunia
tahu dan mengakui siapa anda. Daftarkan setiap momen tersebut ke media sosial.
Lengkapi dengan latar belakang pemandangan indah di luar negeri, jangan lupa
sertakan lokasi dimana anda mengabadikannya, juga setiap brand dari apa yang
and kenakan. Maka ketika banyak yang mengikuti cerita anda di social media
tersebut, anda adalah hebat. Menjadi popular influencial people yang menurut
anda sudah mempengaruhi orang untuk berbuat yang sama dengan anda adalah sebuah
prestasi, terlepas dari sudut pandang orang lain terlebih syariat, benar atau
salah. Tujuannya apa? Bahwa wanita dengan kerudung juga bisa (berarti biasanya
tidak) tampil fashionable. Kemudian
prestasi fashionable tersebut bisa
mendapat pengakuan “legal” melalui ajang
fashion show, dimana wanita-wanita
yang berprofesi sebagai model berjalan lenggak lenggok diatas catwalk memperagakan busana rancangan
anda, dihadapan khalayak ramai serta yang terpenting menjadi sorotan media.
Sekali lagi atas nama popularitas dan agar bisa dikenal, demi mengharumkan nama
muslimah yang “ternyata” juga bisa loh berprestasi di bidang ini.
Menyaksikan video ini membuat saya sedikit mengira mungkin
sang pembuat cerita amnesia mengenai hadist Rasulullah SAW mengenai wanita yang
berjalan dengan menggoyangkan pinggulnya. Bisa cek sendiri dalam kitab-kitab
hadist, atau paling gampangnya tinggal googling
toh. Sekalian hadist mengenai larangan pria dan wanita bercampur baur,
bersentuhan dengan yang bukan mahram, suara yang juga adalah aurat wanita, hak
dan tanggung jawab utama wanita mendidik dan mengurus rumah tangganya, tabaruj,
cara berhijab yang banar, perbuatan riya dan sederet hukum syariat lainnya yang
diabaikan begitu saja oleh sang pembuat cerita. Padahal, video bersponsor salah
satu marketplace fashion muslimah ini mengangkat cerita tentang perempuan
berkerudung. Perempuan yang sedang dalam proses menaati perintah Tuhannya dan
syariat agamanya untuk menutup aurat dan melakukan kewajibannya sebagai seorang
wanita, istri dan ibu. Ada benang merah perintah agama yang dikeluarkan, tapi
kemudian diabaikan dan dikecilkan hakikatnya.
Dalam pemikiran saya, tidak ada satu pun keraguan mengenai
dasar syariat dari nasihat-nasihat yang diterima setiap tokoh dalam video
tersebut. Tidak ada satu pun masukan-masukan yang mereka terima itu bersifat
salah atau tidak baik, sehingga tidak perlu didengar, atau tidak benar sehingga
tidak perlu diikuti. Disini, saya merasa ada sebuah upaya pengacauan konsep
jilbab itu sendiri. Banyak tentu sumber yang dapat ditemui bagaimana menutup
aurat dengan sempurna adalah sebuah penghargaan tertinggi bagi wanita muslim,
sebuah bentuk perlidungan agama kepada kaum wanita. Apa-apa yang diatur syariat
mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan wanita adalah sebuah bentuk
dukungan untuk memuliakan peran dasar wanita sebagai akar peradaban. Apakah
wanita boleh memiliki karir? Tentu saja, Khadijah RA mencontohkan hal itu. Tetapi
video ini justru menjatuhkan nilai itu dalam-dalam, merendahkan diri sendiri
sebagai wanita muslimah berkerudung. Seolah wanita muslimah penuh dengan
keterbatasan dan larangan untuk berkarya, jengah dengan syariah. Anda muslimah,
sedang dikerdilkan peran nya dalam video ini. Sang pembuat cerita pun luput menangkap
apa sebenarnya hukum syariat dari masing-masing profesi tokoh. Maka atas nama
kebebasan berekspresi dan berkarya, semua kegiatan yang terjadi menjadi
seolah-olah sah dan wajar didukung kebebasannya.
Selesai menyaksikan video, saya pun menjadi bingung. Tidak
mengerti pesan apa yan berusaha disampaikan sang pembuat, gagal paham. #empowerchange? Tidak ada yang berubah
selain kelima tokoh tetap lanjut dengan prisip mereka masing-masing. Pesan agar
mengikuti syariah? Tentu tidak karena banyak terjadi hal yang kurang sesuai
dengan hukum agama Islam. Apakah jualan si sponsor marketplace? Tidak pula
secara spesifik diangkat. Yang jelas, video ini bagi saya berhasil membangun
kesadaran bahwa setidaknya begitulah kira-kira sebagian pandangan muslimah
terhadap jilbab dan syariat agama. Bahwa ternyata, berangkat dari hal itu,
tidak heran manjadi marak tren selfi dan selebgram hijabers di dunia maya. Diiringi pula dengan semakin maraknya
kontes ala kontes kecantikan yang justru khusus diperuntukkan bagi wanita
berkerudung. Pun didukung dengan geliat dunia fashion yang menyebabkan profesi
model pun sekarang berembel syariah. Ya model syariah alias model berkerudung,
tanpa pikir panjang sah atau tidaknya profesi model itu sendiri dimata Islam.
Tentu hal ini menyangkut juga siapa kemudian konsumennya atau yang menghire si model. Sekilas fashion show
memang bukan barang baru dalam dunia fashion muslim. Juga tak nampak ada yang
salah. Tapi coba kembalikan lagi pada hukum profesi modelling, hukum bercampaur
baur dengan lawan jenis dan hukum batasan interaksi wanita dengan yang bukan
mahramnya. Bukankah Aisyah RA meriwayatkan bahwa karakter terindah itu adalah
rasa malu? Tahukan bahwa dalam hadist Rasuullah SAW juga menyebutkan bahwa malu
itu adalah baik seluruhnya. Tapi mengapa sekarang wanita berlomba-lomba
mengatasi rasa malu itu, pada ranah yang sudah seharusnya mereka menjaga
martabatnya.
Saya kira iman dan kualitas ibadah itu dipengaruhi oleh
kapasitas ilmu, dan akan sangat mempengaruhi kehati-hatian dalam bertindak.
Persis seperti pedang yang diasah, semakin lama mengasah tentu akan semakin
tajam. Maka tentunya ini berpulang lagi pada keyakinan masing-masing. Iman
adalah sesimpel kata percaya. Percaya bahwa yang diimani adalah benar dan
karena yakin benar, maka akan diikuti dengan sukarela. Entah sang pembuat
cerita sadar atau tidak, paham atau tidak, video ini telah menyatakan dengan
eksplisit beberapa penolakan untuk mengikuti hukum agama oleh para tokohnya.
Seperti pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Mereka meneruskan apa
yang mereka yakini benar. Dan ini fatal, mengingat kemungkinan pengaruhnya
terhadap muslimah negeri ini yang “galau” tuntunan, dengan karakter yang sangat
mudah terpengaruhi. Apalagi diiringi dengan embel-embel, fashion, keren, dan
berprestasi (ala keduniawian) yang kita ketahui bersama, sangat menjual.
Setidaknya ada beberapa hal yang perlu disadarkan kepada sang
pembuat video. Pertama, bahwa Islam menyiapkan kaum wanitanya sebagai lahan
subur bagi tumbuh kembangnya generasi premium. Bagaimana seorang wanita
mendidik anak-anaknya dan mengurus rumah tangganya adalah sebuah tugas teramat
penting untuk sekedar disandingan dengan urusan bisnis (kecuai jika single
parent), medali dan aktualisasi seni. Untuk itu, menjadi seseorang dengan
pendidikan dan pengetahuan agama dan non agama yang mumpuni adalah penting bagi
wanita muslim, agar dirinya memiliki visi yang jelas dan mampu mewujudkannya
dalam misi baik itu untuk keluarganya maupun lingkungannya. Kedua, penyampaikan
pesan yang kabur ini berpeluang menyebabkan pelemahan nilai agama secara
terstruktur, dimulai dari rusaknya konsep di kepala sebagian muslimah mengenai
hak dasar mereka untuk bebas menutup auratnya dan bebas memilih apa yang mereka
ingin lakukan dalam koridor syariah. Ketiga, perlu digarisbawahi bahwa sebagai
seorang muslim saya secara pribadi menyatakan ketersinggungan saya mengenai pengkerdilan
tuntunan syariat yang diabaikan dalam cerita video ini. Keempat, video ini
menyatakan kemunduran pimikiran sebagian muslimah tentang definisi jilbab dan
menyatakan secara tegas kondisi serba terbatas (jika tidak ingin disebut
terkekang) karena jilbab yang dikenakan dan tuntunan syariah. Padahal, muslimah
internasional, dimana kebebasan berjilbab tidak bisa dihirup sebebas di negeri
ini, persepsi macam ini telah lama berusaha dirubah dan diperangi.
Selanjutnya,saya pikir ada baiknya jika nanti dibuatkan lagi
video semacam ini tentang beberapa tokoh wanita “berprestasi” dan “berpengaruh”
lainnya. Misalnya Sidrotun Naim , seorang peneliti bakteri berpendar pada udang
yang meraih gelar doctoral di Harvard University dengan sederet penghargaan
atas hasil penelitiannya. Ditambah beliau juga memiliki anak yang hafiz Quran.
Tentu akan sangat menarik dibahas bagaimana beliau dapat melakukannya secara
bersamaan. Atau ibu dari Musa sang hafiz cilik. Tentu prestasi Musa sebenarnya
adalah prestasi sang bunda yang telaten mengajarkannya Al Quran di rumah. Apa
bedanya? Mereka ini pun juga adalah wanita dan berkerudung. Oh, saya pikir mungkin
jawabaannya karena mereka tidak mendapatkan “perlawanan” nasehat-nasehat
seperti yang diterima kelima tokoh tadi. Nasehat yang seharusnya membuat mereka
berpikir bahwa ternyata mereka masih disayangi dan dipedulikan. Satu hal ini
membuat saya setidaknya sedikit senang, ternyata tidak hanya saya yang
berpendapat demikian. Meminjam kata-kata Teuku Wisnu dalam sebuah wawancaranya.
“Saya begini bukan untuk menyenangkan manusia. Saya begini untuk menyenangkan
Tuhan saya, dan meniru Rasul saya”. Penting, teramat penting kata-kata esensial
ini untuk direnungi. Untuk siapa kita melakukan sesuatu, siapa yang akan kita
buat senang dan ridho, dan siapa yang kita tiru sebagai teladan dalam
melakukannya. Jawabannya tentu kembali pada masing-masing pribadi, tetapi bagi
seorang muslim, tentu jawabannya sudah jelas. Wallahualabishawab.
Rabu, 16 Maret 2016
New Post, New Spirit
Selasa, 01 November 2011
To World
Dear World,Please wait for me for the big effect that i'm planning to give you! I have been dreaming about this for so long. It's only waiting for my bravery. So please be patient..
Warm Hug,
Thia
About Me
Blogger templates
Diberdayakan oleh Blogger.